Rabu, 25 April 2012

Penghulu Fakist Menyusun Peruntukan Kampung

   Sejarah telah mengajarkan kepada fakist, bahwa kewaspadaan tetap harus dilakukan untuk dapat hidup tenang, tentram, dan adem ayem. Bagaimana tidak, dengan berdalih go international, dengan alasan globalisasi, fakist harus kehilangan kampungnya, terseok-seok tak tentu arah tujuan, dan berakhir dengan kehilangan martabat. Kampung fakir tak ada lagi dalam percaturan dunia, menghilang.
   Di kampung baru ini, kampung MakWah, penghulu fakist menerapkan aturan baru yang benar-benar bertujuan untuk melindungi ketenteraman warga fakist dari rong-rongan dan campur tangan asing. Susunan kampung dibuat benar-benar berlapis, sesuai dengan isi hati atau keinginan warganya. Dimulai dari dalam, tempat penghulu fakist, jawara, warga pedalaman, teknokrat, birokrat, warga kampung penamping, kampung warga yang melanggar aturan adat tingkat pelajar, pelanggar tingkat kebutuhan, pelanggar tingkat rakus, pendatang, dan terakhir orang asing. Pengelompokan ini sesuai dengan protap screening yang dilakukan oleh penghulu fakist sendiri, karena penghulu fakist adalah titisan dewa.
   Tempat paling dalam, dan paling sakral adalah tempat penghulu fakist. Dikatakan paLING SAKRAL (eLING, klARAS= atap, bagian paling tinggi dan menghadap ke bawah, adalah ARS) karenanya di tangan penghulu fakist semua aral dapat disingkirkan. Selanjutnya, di lapis kedua adalah para wara, orang yang mampu menahan diri, ditangan mereka golok salungkar tidak akan melukai, tapi yoninya bisa menghipnotis. Lapis ke tiga dihuni oleh warga yang patuh pada leluhur, dan tidak silau dengan perkembangan jaman. Selanjutnya dihuni oleh para teknokrat yang bertugas mensejahterakan warganya sesuai dengan undang-undang yang berlaku di kampung fakist yang telah ditetapkan oleh founding father dan telah dilaksanakan secara turun-temurun, yang kemurniannya dijaga oleh penghulu fakist. Pada lapis kelima, para biroktat berdiam, tugasnya menjembatani keinginan warga luar untuk ikut merasakan kedamaian yang dipancarkan oleh yang di dalam. Pada lapis ke enam, adalah penjara bagi usia anak, diharapkan latihan dan pelatihan di tempat ini dapat menyadarkan dan meluruskan kembali keingintahuan mereka yang menyimpang dari adat. Lapis ke tujuh dihuni oleh para pelanggar adat karena kebutuhan dasar, yaitu fakist yang tidak dapat menahan nafsunya. Lapis ke delapan dipersiapkan bagi mereka yang rakus, angkara murka, dan lebih banyak mudharatnya jika dilakukan pembinaan, lebih tepatnya yang bertujuan melakukan kesalahan kembali seperti yang pernah dilakukan di kampung fakir, yang menyebabkan kerajaan fakir tersingkir. Terakhir adalah warga luar yang hendak berkunjung, ngalap berkah kampung MAKWAH....mereka hanya diperkenankan bertamu, tidak lebih.....

Maaf,
Jangan salahkan jika langkah ini ditempuh,
Penghulu fakist tidak ingin MakWah tergadai,
Atau dijual oleh fakir yang silau dengan yang di luar, dan rakus,
Kampung fakir telah terjual kepada developer,
Penghulu fakist harus melindungi Kampung MakWah dan menjaga ketenteraman fakist.

Penghulu fakist sadar, fakist adalah tanggung jawabnya,
Mereka lahir sebagai fakist,
Dan seharusnya tinggal di kampung fakist,
Inilah piring fakist.....

Yang lain?....
Mang gue pikirin,
Mereka punya negara sendiri...
Kebangsaan sendiri....
Bahasa sendiri....
Cara hidup sendiri.....
Ya ....biar mengurus dirinya sendiri.......

Penghulu fakist tidak takut di embargo?...
Bagus itu.....
Lebih cepat lebih baik....

Karena Mak Wah adalah kapal Nuh,.....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar