Jumat, 25 Mei 2012

MATrE MA TIKAH: MENIKAH DENGAN KEBENDAAN

Kisah negeri antah berantah benar-benar membuat warga kampung fakist berempati.
Fakist bisa merasakan kegalauan negeri antah berantah, karena fakist sendiri telah
pernah merasakan dan bahkan harus meninggalkan kampungnya yang gemah ripah loh jinawi.

Awal mula kejadian yang menimpa kampung fakir sampai tergadai adalah akibat
ulah warga fakir yang pinter sehingga keblinger. Mereka, yang menamakan diri
cerdik cendekia dapat mengolah kata dan tingkah seperti sang penyelamat. Waktu
itu penghulu fakir benar-benar terpukau atas kepandaian mereka. Bahkan sampai
pernah pada titik kulminasinya, penghulu fakir berpendapat bahwa merekalah yang
dapat menerima tongkat estafet dalam menjalankan negeri fakir.

Alih-alih, bukannya impian menjadi kenyataan, malah mereka terus memisahkan
sariat dari hakekatnya. Walhasil, akhirnya mereka semua masuk ke jurang kabendaan.
Akibat yang harus dituai bersama adalah hilangnya kampung fakir, sesuai dengan
pepatah 'ANAK POLAH WONG TUWO KEPRADAH'

Fakist merenung, andai saat itu para cendekia dapat berguru ke kutub, polahnya
tentu tak sefatal itu, tak harus terusir dari tanah leluhur. Manusia kutub, lebih
bersahaja, menerima pemberian tanpa punya keinginan lebih. Mereka menikmati
piringnya tanpa berusaha ingin piring orang lain. Bukankah itu yang diajarkan njeng
rasul? syukuri pemberian, nikmati yang ada di piring, berusahalah untuk tidak
mencela.

Siapa sebenarnya yang lebih mulia?
Yang mencela apa yang dicela
Siapa sebenarnya yang engkau cela dan siapa yang mencela?

Surat toha adalah bukti kemarahan tuhan dengan bahasa yang paling halus,
karena sesungguhnya dia memarahi dirinya sendiri.

Maka reaksi fakist terhadap apa saja yang terjadi adalah hukum yang diberlakukan
oleh penghulu fakist yaitu
pasal satu, tuhan tidak pernah dholim kepada hambanya,
pasal dua, jika tuhan dholim maka lihat pasal satu.

pujian untuk menurunkan beban adalah sebagai berikut:
tuhan, engkau berada di ujung langkahku,
berada di ujung jemariku,
menjadi pendengaranku,
menjadi penglihatanku,
berada di ujung lidahku,
dan
bersemayam di dalam hatiku.................

Maka berlakulah pasal: samikna wa atokna, jika yang di dalam berkata
yang di luar melakukan. Inilah hakekat satunya kata dan perbuatan.

Setiap orang akan menaiki tangga makrifatnya sendiri-sendiri.
Di situlah makomnya.........
Tak akan pernah tertukar amal seseorang.......

Eleh.....eleh....
serius amat bro.....
udah...jangan melo....
ntar banyak yang melu lho.....
wkwkwkwk....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar