Minggu, 27 Mei 2012

GOMBALISASI dan MODARNISASI

Hemmmm..... tak biasanya fakist mendesah, tapi kali ini dan mungkin untuk sekali
saja..... fakist boleh donk melakukannya. Fakist mencoba memahami sebuah makna yaitu
' tak bisa memilih, memang tak ada pilihan'
'Tak sanggup menghalangi, karena sesuatu pasti terjadi'
'tak berani menghakimi, inilah sebuah konsekuensi'

Jabal rakhmah, tempat bertemunya adam dan hawa, yang disinyalir sebagai cikal
bakal penghuni bumi yang bernama manusia telah merubah penampilan. Tugunya,
tak putih lagi. Dengan alasan sudah terlalu banyak tulisan yang menempel di dindingnya,
maka warnanya harus diganti dengan warna hitam.

Bagi fakist, ini adalah informasi dari sang pengirim info untuk waspada, tetap sambung
seperti yang dikatakannya dalam surat al rakdu. Semua kejadian memang harus
terjadi, tak jadi masalah buat fakist karena fakist pasti bersama penghulu fakist.
'fakist tak mungkin ada jika penghulu fakist tak ada'
'apalah arti penghulu fakist, jika fakist tak ada'
'fakist tak mungkin dapat dilukai, mustahil penghulu fakist melukai dirinya sendiri'
'fakist tak mungkin kekurangan, mustahil penghulu fakist memiskinkan dirinya sendiri'

Bukan hanya fakist yang dapat menangkap sinyal ini, sesungguhnya semua orang
diberi kesempatan untuk dapat mendengarkan dan melihat dengan hatinya,
tapi hanya sedikit orang yang mau melakukannya. Yah.... mungkin karena dunia
sudah sampai pada titik kelelahan menganut faham matrematikah, sampai-sampai
dinding yang seharusnya dihancurkan di dalam sesuai yasin sembilan,
pemahamannya bergeser menuju ke luar menjadi dinding pencakar langit.

Bagi fakist, pergeseran pemahaman dari yang ada di dalam menjadi di luar, bukan
sebuah kesalahan dan tak perlu dipertanyakan kenapanya, tapi bagaimana
menyiasati sebuah kejadian supaya tetap halus, makhluk ridho khalik tak malu.

Dengan alasan bahasa INTERNASIONAL (INTERfensi, NAS= manusia,
ONAL= NALO, NAh LOe), orang tua tidak lagi dapat menyaring informasi
yang cocok untuk seorang anak. Jika anak manusia adalah makhluk maka
orang tuanya pasti khalik. Menggunakan logika sederhana, bahwa anak patuh
sama orang tua sudah bergeser dapat dimaknai bahwa tingkat kepatuhan makhluk
kepada khalik juga telah bergeser.

Dari mana akar masalahnya?
Bagaimana menyiasatinya supaya keduanya sama-sama bahagia?
Mari kita bedah....

Perhatikan pergeseran ini
Sejak kapan in the name of allah bergerser menjadi in the name of gombalisasi?
Sejak in the name of allah bergeser menjadi in the name of modarnisasi.

Bagaimana menyiasatinya?
Belajar dari kecerdasan lokal yang terbukti sampai sekarang terjaga suasana
adem ayem, toto tentrem, kerto raharjo. Jika keadaan itu dapat dicapai, maka
tuhan pasti menjawab dengan mengirimkan kalimat manis: gemah ripah loh jinawi....

Siapa yang mampu menyuburkan tanaman?
Siapa yang dapat menahan tanaman untuk tidak berbuah?
Siapa yang kau sebut tuhan?
bibit unggul dan pupuk serta penghalau hama?
atau
sesajen ritual ucapan terima kasih kepada bumi dengan selamatan dan berbagi
dengan semua makhluk?

Inilah jawaban yang diberikan tuhan terhadap kegalauan
Tutup masa lalu yang kelam, maka tuhan juga akan mengembalikan apa yang
seharusnya menjadi hak makhluk.

'Jika makhluk sakit, sadarilah khalik juga sakit'
'jika makhluk sakti, maka khalik juga sakti'

Apa kesaktian makhluk?
mengembalikan yang bukan miliknya,

Serious loe??????

Yang di luar biarlah di luar,
yang muntup-muntup pingin ke luar, ya dikeluarkan saja, sebuah kelahiran tak
mungkin dicegah tho?

Yang di dalam saja diurus,
mengurus yang di dalam pasti seirama jika menggunakan cara pedalaman.....
supaya tidak tabrakan...

Okeylah kalo begitu!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar