Rabu, 25 April 2012

INAFIS ala Kampung Mak Wah

   Penghulu fakist harus menjawab pertanyaan-pertanyaan tidak penting untuk memberlakukan kartu identitas warganya yang disebut INAFIS. Kartu ini benar-benar berbasis jatidiri, sehingga warga dapat ditempatkan pada zona yang tepat. Saling meridhoi, tidak perlu ada yang terluka, apalagi saling melukai. Makom seseorang telah diatur oleh sang maha pengatur hidup dan kehidupan ini, siapa menjadi apa sudah ditulis lima ratus tahun sebelum kejadian. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana menyadari bahwa hidup ini tidak bisa dipilih, diminta, apalagi ditolak. Kesadaran menjalani setiap posisi merupakan cara menjaga keselarasan jagad kecil dalam jagad besar, sebuah jalan keiklasan menapaki tangga makrifat.
   Penghulu fakist benar-benar berhati-hati dalam menjalankan keputusannya, menilik pengalaman yang telah lalu, menyebabkan dia lebih matang dalam bertindak. Simak saja pengalaman pahit yang ditorehkan oleh snock horgronye, sang snock berhasil memisahkan syariat dari hakekatnya. Sang pahlawan multatuli, di dalam dia menjadi penghianat sebaliknya di luar dia menjadi pahlawan. Seorang yang gentleman, sebut saja syeh nawawi, setelah tak sanggup memadukan ajaran muhammad dan uwaysi, dia kembali ke kelompoknya di mekah. Yang tetap tinggal adalah para wali, itulah cikal bakal penduduk negeri fakir, yang terus dihujat sehingga negeri itu serasa kiamat.
   Fakist menetapkan, bahwa basis kampung MakWah adalah kesaktian. Bagaimana tidak? Kampung MakWah adalah hutan beton dan lautan plasik, tak ada sumber hidup dan kehidupan. Memulai sesuatu dari yang mati menjadi hidup, tak ada jalan lain kecuali dibutuhkan kesaktian. Jadi, kesaktian itu bukan diadakan tapi memang dibutuhkan.
   Menyatukan waktu bukan karena pasar modal, mengingat di kapung MakWah tidak ada modal. Kitab MakWah tidak mengenal falas, karena kata itu menjadi perigatan bagi mereka: awas salaf.
   Maka INAFIS akan menentukan zona dimana warga tinggal, zona jawara, zona teknokrat, zona birokrat, atau zona rakyat, fakist bermakom, supaya keruwetan tidak terjadi. Perpindahan zona hanya cukup memberikan tanda dimana mereka berada. Menarik untuk dicermati, bahwa penggunaan INAFIS sangat tepat untuk dipilih, terutama untuk alasan hukuman.
   Hukuman ringan bagi generasi penerus, adalah ditandai kartu INAFISnya, dikirim ke pedalaman supaya hidupnya bener. Hukuman untuk orang yang melakukan kesalahan karena tidak sanggup menahan diri dengan alasan kepepet, diwajibkan mengikuti program transmigrasi, mengolah lahan kosong yang subur. Hukuman terberat diberikan kepada yang rakus dan kelompok yang berusaha merubah keyakinan yang berlaku sebagai landasan kampung MakWah. Pada kelompok ini, bukan saja INAFISnya yang dicabut, tetapi sekaligus teknik penguncian bathin diberlakukan. Kelompok terakhir akan berada di lokasi perbatasan, tanpa identitas, hidup seperti film "In the Middle of Know Where"
   Golok salungkar tidak perlu menjadi asmal, karena langit tidak berkenan, cukup menjadikan mereka keder......

Indanya hidup di tanah MakWah......
Tanpa pertumpahan darah.....
Tuhan pasti bilang.....eMAK....bilang ....apa...WAH.......
Tuhan mah bisa eun....moal kataekan dina mlaikat......

Wkwkwk

Penghulu Fakist Menyusun Peruntukan Kampung

   Sejarah telah mengajarkan kepada fakist, bahwa kewaspadaan tetap harus dilakukan untuk dapat hidup tenang, tentram, dan adem ayem. Bagaimana tidak, dengan berdalih go international, dengan alasan globalisasi, fakist harus kehilangan kampungnya, terseok-seok tak tentu arah tujuan, dan berakhir dengan kehilangan martabat. Kampung fakir tak ada lagi dalam percaturan dunia, menghilang.
   Di kampung baru ini, kampung MakWah, penghulu fakist menerapkan aturan baru yang benar-benar bertujuan untuk melindungi ketenteraman warga fakist dari rong-rongan dan campur tangan asing. Susunan kampung dibuat benar-benar berlapis, sesuai dengan isi hati atau keinginan warganya. Dimulai dari dalam, tempat penghulu fakist, jawara, warga pedalaman, teknokrat, birokrat, warga kampung penamping, kampung warga yang melanggar aturan adat tingkat pelajar, pelanggar tingkat kebutuhan, pelanggar tingkat rakus, pendatang, dan terakhir orang asing. Pengelompokan ini sesuai dengan protap screening yang dilakukan oleh penghulu fakist sendiri, karena penghulu fakist adalah titisan dewa.
   Tempat paling dalam, dan paling sakral adalah tempat penghulu fakist. Dikatakan paLING SAKRAL (eLING, klARAS= atap, bagian paling tinggi dan menghadap ke bawah, adalah ARS) karenanya di tangan penghulu fakist semua aral dapat disingkirkan. Selanjutnya, di lapis kedua adalah para wara, orang yang mampu menahan diri, ditangan mereka golok salungkar tidak akan melukai, tapi yoninya bisa menghipnotis. Lapis ke tiga dihuni oleh warga yang patuh pada leluhur, dan tidak silau dengan perkembangan jaman. Selanjutnya dihuni oleh para teknokrat yang bertugas mensejahterakan warganya sesuai dengan undang-undang yang berlaku di kampung fakist yang telah ditetapkan oleh founding father dan telah dilaksanakan secara turun-temurun, yang kemurniannya dijaga oleh penghulu fakist. Pada lapis kelima, para biroktat berdiam, tugasnya menjembatani keinginan warga luar untuk ikut merasakan kedamaian yang dipancarkan oleh yang di dalam. Pada lapis ke enam, adalah penjara bagi usia anak, diharapkan latihan dan pelatihan di tempat ini dapat menyadarkan dan meluruskan kembali keingintahuan mereka yang menyimpang dari adat. Lapis ke tujuh dihuni oleh para pelanggar adat karena kebutuhan dasar, yaitu fakist yang tidak dapat menahan nafsunya. Lapis ke delapan dipersiapkan bagi mereka yang rakus, angkara murka, dan lebih banyak mudharatnya jika dilakukan pembinaan, lebih tepatnya yang bertujuan melakukan kesalahan kembali seperti yang pernah dilakukan di kampung fakir, yang menyebabkan kerajaan fakir tersingkir. Terakhir adalah warga luar yang hendak berkunjung, ngalap berkah kampung MAKWAH....mereka hanya diperkenankan bertamu, tidak lebih.....

Maaf,
Jangan salahkan jika langkah ini ditempuh,
Penghulu fakist tidak ingin MakWah tergadai,
Atau dijual oleh fakir yang silau dengan yang di luar, dan rakus,
Kampung fakir telah terjual kepada developer,
Penghulu fakist harus melindungi Kampung MakWah dan menjaga ketenteraman fakist.

Penghulu fakist sadar, fakist adalah tanggung jawabnya,
Mereka lahir sebagai fakist,
Dan seharusnya tinggal di kampung fakist,
Inilah piring fakist.....

Yang lain?....
Mang gue pikirin,
Mereka punya negara sendiri...
Kebangsaan sendiri....
Bahasa sendiri....
Cara hidup sendiri.....
Ya ....biar mengurus dirinya sendiri.......

Penghulu fakist tidak takut di embargo?...
Bagus itu.....
Lebih cepat lebih baik....

Karena Mak Wah adalah kapal Nuh,.....


Minggu, 22 April 2012

Pembukaan Lahan Baru" LUMPUR LAPINDO"

   Setelah suasana kondusif tercapai, peghulu fakist membuka obrolan ringan untuk me.nyatukan irama gerak pembukaan lahan yang telah di tetapkan waktunya. Supaya perjalanan dan menjalankan roda kehidupan di negeri yang baru ini mendapat restu dari Gusti Pangeran, maka mereka melakukan ritual penting, yaitu saling memaafkan.
   Pertama, Penghulu fakist mengajak warganya meminta maaf kepada njeng rasul karena beliau harus berperan sebagai nabi akhir jaman, lebih tepatnya menjadi nabi yang mengakhiri jaman. Dikatakan mengakhiri jaman, ya memang benar adanya, karena ditangan umat beliaulah jaman ini berakhir. Hanya di jaman njeng rasul CELANA JEANS (CELANA = CELAAN, JEANS =JIN) mendunia. Mengapa celaan jin mendunia karena manusia telah melakukan RIBA (RIBA ,RAIB, RImBA). Bagaimana mungkin mereka melakukanya padahal mereka mengetahui dan mempunyai petunjuk? Namanya juga petunjuk, setelah ditunjukkan apakah yang meminta petunjuk menemukan apa yang dicari, tidak dijamin..... seperti lagunya Ayu Ting Ting......"Kesana kemari membawa alamat.....jreng...jreng.....
   Yang jadi pokok persoalan adalah mengapa mereka tidak menemukan?
   Jawabnya adalah mereka mempunyai itikad tidak baik, maka sesuai dengan protap, dikunci hatinya....supaya keder.....
   "Lho kok bisa begitu?"
   "Coba perhatikan, jika mereka melakukan amalan bersama maka akan dilipat gandakan ....."
   "Apakah itu pasalnya?"
   "Ya...."
   "Ya kalau melakukan satu pastinya kan dapatnya satu, kalau melakukan bersama bisa dipercepat, karena bisa jadi pada kesempatan tersebut ada salah satu yang frekwensinya sambung.....hanya itu...."
   "Hasilnya....?"
   "Ya itu.....satu dilipat menjadi dua puluh tujuh, jika terus dilipatkan, kan makin banyak....?"
   "Terus....?"
   "Kelipatan tersebut berbanding terbalik dengan waktu....."
   "Oooo.....itu masalahnya......
Pidato penghulu fakir, mengingatkan fakist untuk tidak mengulangi apa yang telah dilakukan di kampung fakir.
   "Eling...LUMPUR LAPINDO.....Loe...harus....bertempur..."
   "Jangan sampai kena pasal: lapo....kok di pindo.....?"

WKwKWk.......

MAKWAH...negeri baru fakist

   Inilah negeri baru bagi fakist. Sebuah negeri mirip bantar gebang, hamparan yang betul-betul terbuka. Dihadapan mereka para fakist hanyalah onggokan sampah dari bumi, dan sengatan matahari langsung. Mother board mereka adalah SURGA, maka sesuai dengan protap langkah yang harus dilakukan adalah GASRUk ae, lakukan tanpa mikir. Jika dalam olah raga loncat indah ditentukan oleh seberapa mampu peloncat menaklukkan faktor kesulitan, maka teori itu sekarang berlaku dan diberlakukan.
   Melincat indah di air, itu sudah sulit, tantangan bagi fakist adalah meloncat indah di bantar gebang, di lautan sampah dengan sengatan terik matahari. Pertama penghulu fakist mengumpulkan negarawan yang tersisa sebagai motor penggerak, disebut motor penggerak ya memang dia bergerak. Hanya dan hanya jika motor penggerak bergerak maka semua fakist terakselerasi untuk bergerak. Semakin cepat gerakan motor, semakin cepat pula fakist bergerak.
   Selanjutnya, sesuai dengan keahlian masing-masing, mereka bergerak, bekas tukang jagal mengambil posisi merancang keamanan, bekas petani harus berfikir untuk menyulap bantar gebang menjadi sumber hidup dan penghidupan mereka. Tukang cuci memilah sampah, seperti saat mereka memilah cucian. Tukang bangunan membuat gundukan dari apa saja yang  tengahnya menyerupai kawah sehingga dapat menampung  air hujan. Yang lain terus mengikuti irama pergerakan sang akselerator.
   Penghulu fakist merancang ulang peta lokasi, ring satu, sampai ring sepuluh sesuai dengan angka nominal persepuluhan, untuk susunan kenegaraan supaya lebih dapat dikontrol dalam rangka menjaga kestabilan.

   "Puas A?"....(dengan menggunakan logat pekalongan....)

eMAK bilang WAH....

   Ini adalah kampung baru bagi warga fakir. Entah siapa yang menjual tanah kampung fakir kepada developer, kenyataannya sekarang para fakir harus berkemas untuk pindah. Tanpa air mata atau sumpah serapah, fakist (mereka menyebut dirinya) mengemasi bekal yang cuman sebuah tanda bahwa mereka telah pernah tinggal di kampung fakir.
   Kampung baru tersebut adalah kampung yang ditunjuk oleh penghulu fakir, sebut saja MAKWAH. Seperti  apa bentuknya, fakist belum tahu dan tidak perlu memikirkannya karena fakist masih sibuk menata suasana bathin, terutama berusaha memastikan penghulu fakir tidak terluka.
   Jagad memang sudah tak bersahabat lagi. Jika bumi dan langit pernah berseteru hebat demi menjaga hubungan cinta sepasang kekasih, yang menyebabkan keduanya hampir saja hancur lebur, maka sekarang keduanya bersatu kembali.
   Bumi dan langit bersatu, melawan jagad besar dan jagad kecil. Sebuah perseteruan yang mungkin pertama dalam sejarah. Perseteruan ini tentu bukan tanpa sebab, tersingkirnya fakist dan penghulunya dari kampungnya merupakan pukulan telak terhadap sebuah kesetiaan.

   "Tuhan ajarkan kepadaku bagaimana meenyamankan diri saat Ibrahim mengeksekusi Ismail, karena kunci sukses melaksanakan perintahmu adalah saat prosesi eksekusi"
   Itu adalah sekelumit mantra yang terus bergetar dari dada fakist, selama menunggu keberangkatan mereka.

   Mendengar mantra yang dibaca warganya, penghulu fakist berucap lirih: "eMAK bilang WAH....keren....."

Kamis, 19 April 2012

私はまだ彼を愛して


私はまだ彼を愛し

火はロマンスを燃やし続けた.......
停止することができるようにされることなく....
すべて私の魂の凹部を貫通する、流れる...
涙が残ってなくても乾燥しています.....
全体の拷問を悩ませてきた....
私はまだ忘れることができません.....
彼との思い出を消去することができません...
私は迷ってしまいました....
それを残すために残って強度はありますか?....

Aku tetap mencintainya

Api asmara itu terus berkobar.......
Tanpa bisa dihentikan....
Mengalir deras, menembus seluruh relung jiwaku...
Air mata telah kering tanpa tersisa.....
seluruh siksa telah mendera....
Tetap saja aku tak dapat lupa.....
Tak sanggup menghapus kenangan bersamanya...
Aku kalah....
Masihkah ada kekuatan yang tersisa untuk meninggalkannya?....

Rabu, 18 April 2012

JANGAN TERTIPU OLEH IKLAN

   Judul diatas ditulis besar-besar di setiap persimpangan jalan di kampung fakir. Tulisan ini sengaja dipasang di spanduk besar dan ditempatkan diseluruh persimpangan jalan, dengan menghabiskan dana miliaran rupiah uang kampung fakir, spanduk ini dibuat untuk mengingatkan warganya.
   Inisiatif ini dari buku putih yang diterbitkan oleh percetakaan under ground kampung fakir. Terbongkarnya rahasia bahwa hukuman yang diberikan kepada iblis ternyata tidak lain dan tidak bukan adalah kebahagiaan. Disebut kebahagiaan, karena hanya iblis, makhluk langit yang mendapatkan tiket wisata ke seluruh jagad, dan abadi sampai nanti waktu yang ditentukan.
   Yah...dalam kurun waktu miliaran tahun....malaikat-malaikat lainnya harus melakukan pekerjaan rutin, itu-itu saja, maka iblis, saat menunggu waktu berbangkit dapat melakukan banyak hal seputar travelingnya, melihat dan merasakan semua ciptaan Allah. Tidak seru kan, kalau bumbe jumping hanya dilihat dan diceritakan, karena di dalamnya terkandung rasa ekstasi puncak terpicunya adrenalin, dan itu hanya dapat dinikmati, oleh yang melakukan. Malaikat hanya melihat, mencatat, dan melaporkan. Sementara iblis mengajarkan, dan bersama-sama dengan manusia melakukannya.
   Saat berbangkit kelak, malaikat, di rumahnya, yang disebut surga, hanya berharap dibawakan oleh-oleh..... seperti kolam susu, buah pisang, monyet, lebah,....dan sebagainya. Iblis hidup di dalam api....

Yang jadi masalah kan terminologinya.....kalau yang disebut api itu cahaya bagaimana.....?

Pasti kalimat yang terucap" kembalikan lagi aku ke dunia ......"

Suatu keniscayaan, seperti sekarang kita minta dikembalikan ke dalam perut ibu, ke alam kandungan....

ALIRAN SESAT, dagelan ala kampung fakir

   Judul di atas bukanlah isapan jempol, aliran ini benar-benar pemuja iblis. Munculnya aliran ini, dipicu oleh gerakan reformis anti kemapanan. Tilik punya tilik, ternyata setelah ditelusuri, sumber utama yang dijadikan pegangan oleh aliran sesat ini adalah pidato penghulu fakir, yang ditulis dalam kitab pemutihan.
   Isi pidato yang dikutip oleh aliran ini, tidak dikurangi apalagi ditambahi, redakturnya sesuai dengan aslinya. Dimulai dari rasa keprihatinan sang penghulu fakir atas kejadian yang menimpa kampung fakir, dan hampir merengut nyawanya serta membuatnya gering. Saling hujat sudah tidak dapat diluruskan lagi, kusut, tidak jelas ujung pangkalnya. Kalau diibaratkan sebagai CPU, maka motherboard nya lah yang seharusnya diganti.
   "Ceritanya begini...."penghulu fakir memulai alibinya, ecek-eceknya, dia hadir saat terjadinya perdebatan seru, penciptaan Adam.
   "Pasal yang lain sesuai dengan logika lurus sebab akibat, tapi saat urusan sembah menyembah mulai terjadi perdebatan" lanjut penghulu fakir.
   "Menurut kalian sebenarnya siapa yang paling lurus dan kuat keyakinannya? malaikat, iblis, atau manusia?"
   "Dan siapa yang suka mengambil manfaat daripadanya?"
   "Dan siapa yang tidak perduli, yang penting slamet?"
Adat di kampung fakir adalah diam, satukan pikiran dan hati, serta kata dan tindakan....bening dan hening, maka jawaban itu pasti keluar.....
Sejurus kemudian, Kang Ijul, sebutan untuk fakir satu ini, karena selalu bicara tentang Kan Jul Arsh.....
   "Iblis paling lurus, manusia suka mengambil manfaat, dan malaikat mengambil posisi aman"
   "Waduh....sara.....ini....." kata yang lain.
Mendengar keberatan dari fakir lainnya, maka penghulu fakir meminta Kang Ijul menjelaskan jawaban, layaknya sidang post doctoral di kampus-kampus. Ya, Kang Ijul harus menjelaskan karena ini sidang terbuka, maka pertanyaan audience harus diadopsi.
  "Baiklah....begini analisa saya, Iblis diminta sujud kepada selain Allah, walaupun yang menyuruh Allah, dia kekeh sumekeh tidak mau. Manusia mengambil manfaat, disembah kok ya mau, malaikat mengambil posisi aman, yang penting dekat dengan kekuasaan"........

"KUCLUK......" 
"TAK ILMIAAAAAAHHHH" 

"Mang gue pikirin...."

Senin, 16 April 2012

NARCOBA: NAR - COBA

   Suasan kampung fakir kali ini sepi...nyenyet. Tidak ada lagi guyonan ala kampung fakir, yang biasanya selalu terdengar dari setiap pembicaraan. "Penghulu fakir gering" kata Bi Supi mengawali pembicaraan. Semua menaruh hormat pada Bi Supi, karena Bi Supi lah pemegang SIUP pendirian kampung fakir. Bi Supi adalah BIkSU yang sePI, maksudnya sepi ing gawe rame ing pamrih. Yah... dalam kesendiriannya dan kesunyiannya, tugas Bi Supi adalah menganalisa permintaan warganya. Dia adalah garda terdepan penghulu fakir, dalam hal memberikan rekomendasi kepada penghulu fakir, atas permintaan warganya. Ecek eceknya, simpanan penghulu fakir. Tanpa pangkat, juga bukan termasuk pegawai, tapi kata-katanya pasti dituruti baik oleh penghulu fakir maupun oleh warga.
   Sebab geringnya penghulu fakir karena permintaan istri sahnya benar-benar membuat sang penghulu mati langkah, seperti main catur....shack mat. Seperti memakan buah simalakama, dikasih maka yang harus terjadi pasti terjadi, jika tidak dikabulkan sang istri merengek terus sambil menghujat, dan memaki. Begitula curhatan sang penghulu fakir kepada Bi Supi. Sebagai keranjang sampah, Bi Supi mencoba mendudukkan diri seperti seharusnya keranjang sampah. Maka keluarlah seluruh isi hati sang penghulu fakir, atas apa yang selama ini terjadi. Perilaku yang kurang patut, yang dilakukan oleh istrinya. Betul-betul istri yang buruk peranggainya, permintaannya selalu bertambah dari waktu ke waktu, dan semakin ke sini, permintaannya semakin tidak masuk akal "buah kuldi"
   Yang membuat hati Bi Supi miris adalah pernyataan penghulu fakir atas istrinya yaitu setiap dia menyajikan secangkir kopi, selalu diimbangi dengan minta perhiasan, emas permata, sampai-sampai habis tabungan penghulu fakir. Kali ini, sudah sangat keterlaluan, sang istri minta NUKLIR...(nUKLIR= KLIRU)....dan itu hanya dapat ditukar dengan nyawa, karena itulah tumbal yang harus disediakan sebagai penggantinya.
   Bi Supi sendiri, juga harus berhitung bagaimana cara menyampaikan kepada istri penghulu fakir, supaya tidak menyakitinya, sehingga tidak membuat sang istri shock karena penghulu fakir punya simpanan. Karena sesungguhnya, istri penghulu fakir itu baik, tapi karena salah gaul, kebawa arus.....
   Sang istri telah melupakan undang undang yang berlaku di kampung fakir yaitu bekerjasamalah kalian untuk kebaikan, jangan bekerjasama..........Bi Supi pingsan di pangkuan penghulu fakir....dia tidak sanggup mendengar kalimat berikutnya.... karena penghulu fakir berkata sambil meneteskan air mata.....

"Hold me, please........"
"Save our planet..."
Pinta Bi Supi, setelah siuman, kepada para fakir, NAR COBA (NAR= Neraka, COBA= kok di COBA)..... ANAS (SANA....NASA....NAAS), NINGRUM(NING= bening, pikiran. RUM=haRUM, baunya)

Kapal nuh slamaeeeeeet....
Penghulu fakir tersenyum.....
Makasih simpananku....
kamu memang cantiq....
NARSIS (NAR= neraka, SISt= sistem). Bergaining ala iblis....
Yo iku nek pingin ga di prit.....

Sing penting lak penghulu fakir seneng, istri menyadari kekeliruannya, kampung fakir adem ayem...
Dadi istri simpanan yo kudu nrimo ing pandum....

Laa ila ha illallahu

Sabtu, 14 April 2012

IRI

   Kampung fakir itu selalu saja punya solusi dalam setiap persoalan, karena bendera yang berkibar di angkasanya adalah merah putih. Yaaaaah, merah putih, benar-benar merah putih, putih mewakili suku muthian, dan merah mengayomi suku abaan. Dalam menjalankan kehidupan bernegara maka azas muthian dipakai, tapi saat mengalami kebuntuan maka jawara-jawara abaan mengambil peran. Itu sebabnya perjalanan negara dan bernegara kampung fakir adem ayem.
   Antara suku muthian dan suku abaan, tidak pernah terjadi kompetisi atau persaingan. Masing-masing tahu kapan dibutuhkan dalam menjalankan roda kehidupan jagad besar. Mengelola jagad besar sebenarnya sama persis dengan mengelola jagad kecil, seperti layaknya tangan kanan dan tangan kiri, dimana tugas memasukkan dilakukan tangan kanan, sebaliknya pekerjaan cebok dilaksanakan oleh tangan kiri. Sebuah korelasi positif antara tangan kanan dan kiri, makin banyak tangan kanan bekerja maka makin banyak pula kerja tangan kiri dalam urusan cebok menyebok. Dan jika kebetulan jagad kecil beraliran kidal, maka tugas memasukkan dilakukan oleh tangan kiri dan eksekusi membersihkan dimandatkan kepada tangan kanan. Akuuurrrr......
   Kalau jagad kecil adalah miniatur jagad besar, maka dapat disepadankan bahwa fenomena yang terjadi di jagad kecil ya sama persis dengan kejadian yang bakal dialami oleh jagad besar. Hanya saja, permainan kata juga harus diperhatikan. Jika jagad kecil menggunakan terminologi memasukkan untuk proses kehidupan, maka kata yang dipakai oleh jagad besar adalah mengeluarkan untuk proses kehancuran. Jika makan yang berlebihan ternyata menimbulkan efek kurang baik bagi kesehatan, maka mengeluarkan sesuatu dari jagad besar secara berlebihan pasti menimbulkan dampak yang sama.
   Jika mata hati dapat menerangi jagad kecil, tentu jagad besar juga membutuhkan matahari. Sebuah pilinan kehidupan bahwa satu dengan lainnya tak dapat dipisahkan, layaknya pasangan RNA dan DNA. Jika sekarang sudah marak dijual lotion anti sinar matahari, untuk jagad kecil, maka yang terjadi di jagad besar adalah lotin matahati. Pertukaran tempat antara mata hati dan matahari mengikuti hukum kekekalan massa, massa tidak pernah hilang hanya berubah kedudukan atau tempat. Jika matahari di jagad besar, maka mata hati di jagad kecil, sebaliknya, jika matahati di jagad besar maka matahari di jagad kecil.

   Apakah ini yang dimaksud betharakala.......
   Kenapa di kampung fakir tidak berlaku?
   Karena kampung fakir dapat menyesuaikan diri.
   Yang di dalam menyimpan cahayanya....
   Yang di luar merasakan panasnya....

   Itu sebabnya budha gautama meninggalkan istananya berada di bawah pohon...
   Njeng Syeh Abdul Kadir Jilani berkelana dihutan selama dua puluh lima tahun....
   Untuk menapaki tangga makrifatnya, tatkala sampai pada pertanyaan....
   Siapa Aku?
   Pemilik bumi dan langit......

   Sooooo  sweeeeetttt.....

   Maka Aku?
   Karena belantara tidak ada lagi
   Dan tanah telah dikapling menjadi istana
   Yang ada hanya onggokan sampah plastik,
   Maka Aku nyabutin plastik di bantar gebang
   Untuk menjawab .....
   Siapa Aku?
   Pemilik hutan beton dan lautan plasik......

   Huuuuuu....
 
   Ah... Tuhan jangan melo....malu.....
  




Kamis, 12 April 2012

Jumatan di kampung Fakir

   Hari ini, tepat hari lahir Bik Supi, wetonan bik Supi pas dengan awal hari beramal para fakir yaitu hari Jumat, kebetulan juga hari ini digelar hajatan extraordinary, karena perhelatan sholat jum'at akan dipimpin langsung oleh Sang Penghulu Fakir.
   Sebuah kehormatan bagi sang wartawan, manakala dia diperkenankan dapat mengikuti sholat Jumat di kampung fakir. Tidak biasanya, karena kegiatan tersebut biasanya sangat tertutup untuk orang luar. Entah sudah tertulis pada suratan tanganNya, bahwa tepat hari ini yang namanya wartawan (warta= berita, wan= one) diperkenankan mengikuti hajatan besar tersebut, dan hasil liputannya boleh disiarkan di TV ONE tempat wartawan bekerja.
   Tentu ada sebuah alasan, sampai Penghulu Fakir memberikan ceramah sendiri, sehubungan dengan hal yang sangat urgen. Memang, akhir-akhir ini, kejadian-kejadian ganjil sudah sangat sering terjadi. Kebangkrutan di mana-mana. Tidak hanya di bumi, di langit pun telah lebih dulu terjadi kebangkrutan, juga pengangguran massal sudah terjadi lebih dulu di langit. Simak saja... transplantasi tidak saja terjadi di luar jagad kecil, tapi sudah sampai pada organ-organ dalam. Tentu pada saat terjadi transpantasi, organ yang tidak terpakai dibuang...padahal menurut undang-undang yang berlaku di kampung fakir, setiap makhluk dikawal oleh satu malaikat. Jika organ itu dikawal malaikat...dapat dipastikan saat dibuang dan diganti oleh yang lain...malaikat yang mengawal organ yang dibuang harus pulang kampung... artinya nganggur. Jika di jagad kecil, telah di make over, maka izroil, rokib atid, jibril, isrofil akan kebingungan dalam mengemban tugas sesuai dengan protap. Efek langsungnnya, di langit terjadi kegalauan, malaikat mondar-mandir bumi-langit hanya untuk memastikan sebuah kejadian terlebih dahulu, sesuai dengan asas praduga tak bersalah. Untuk memastikan itu dibutuhkan waktu, saat dipastikan bumi telah berubah lagi, dan seterusnya, dan seterusnya, sampai malaikat seperti makhluk bodoh di hadapan Tuhannya. Bukankan ini sebuah pelecehan? merendahkan derajad dan martabat makhluk yang bernama malaikat.  Langit mengalami kekacauan, pekerjaan malaikat jadi tumpang tindih, acak adut, sampai dibutuhkan ASMAL (asisten malaikat).
   Izroil punya asmal yang bernama densus 88, Jibril telah mendelegasikan tugas mulianya melalui web side, Rokib-Atid punya asmal CCTV, dan seterusnya akan dibentuk sesuai kebutuhan. Terjadinya gonjang-ganjing di langit, akhirnya berimbas ke bumi. Bukankah bumi merupakan miniatur langit? Sehingga apa saja yang terjadi di langit juga akan berimbas ke bumi.
   Coba kita tilik kejadian, jika jagad kecil merupakan miniatur jagad besar. Bukankah itu yang telah terjadi di jagad besar, sebelum terjadi di jagad kecil? Memancungkan hidung dapatkah kita samakan dengan pembangunan gedung pencakar langit? Memasang kamera kedalam tubuh untuk mencari penyakit, bukankah itu yang kita lakukan dengan pendeteksian isi perut bumi? Setelah berhasil, tentu kita terbebas dari penyakit. Apa sesungguhnya penyakit jagad kecil yang paling mendasar? Takut mati, karena mati pasti bertemu dengan Tuhannya, dan dimintai pertanggungjawaban. Apa pula penyakit jagad besar? ya takut kiamat.
   Walhasil, jagad kecil dan jagad besar berusaha bersama-sama secara terstruktur dan sistematis melakukan upaya SULAM ALIS (SULAM= MALSU, ALIS = ASLI)......yah jangan salahkan kalau datang masanya...ALIS berubah menjadi SIAL.
   Itulah sebabnya, Penghulu Fakir harus datang langsung memberikan pencerahan bagi warga kampungnya, kampung fakir. Maka berkatalah Penghulu Fakir: "Tuhan maha halus, maka Dia akan menyampaikan sesuatu dengan cara yang halus. Ingatlah para fakir, kode langit,  Aku bangunkan engkau dari tidurmu yang panjang.... Aku bangunkan engkau dari kematian....maka berhati-hatilah dengan kedua hal ini, kepastian itu pasti terjadi, yang menjadi pokok adalah siapa yang menanggung dan siapa yang menjawab?" dengan santunnya Penghulu Fakir menutup pembicaraan.
   Sang wartawan tersenyum, tanda paham "Aku tidak menyalahkan langit, andai langit pindah ke lain planet, biarlah bumi menata kembali kebangkrutannya, setidaknya, jika kelak dimintai pertanggungjawaban Tuhan tidak malu telah menciptakan makhluk yang bernama manusia.

gak boleh nangissssss,  uuuuuu,,,,,

Rabu, 11 April 2012

Masih lanjutan SMAR-MARS-SRAM

Kalau saja langit tidak mengiyakan eksploitasi terhadap bumi....
Tentu masalah tidak serumit ini....
Kalau saja langit dapat menahan diri....
Tentu bumi tidak terlalu berat menanggung akibat...

Siapa sebenarnya yang melampaui batas?
Langitkah....
Bumikah....

Sang kekasih meminta dengan sopan...
Pelangi....hujan...
Bumi menjawab permintaan langit...
Tanaman subur....
Kehidupan berjalan....
Mentari tersenyum......

Tapi kini keadaannya lain...
Sang kekasih merengek,,,,,
Sayangnya bumi tidak mendengar...
Langit menjerit.....
Bumi benar-benar tidak dapat mendengar langit....
Langit menangis.....
Bumi telah berjarak dengan langit....
Langit mengharu-biru....
Bumi semakin jauh....
Dan semakin menjauh....
Karena semakin sempit belantara....
Semakin luas hutan beton....

Makhluk dan Khalik saling bertangisan....
Bumi dan langit saling menghujat....
Air mata langit lebih sering mengalir, dan semakin deras....
Bumi tak sanggup menampungnya....
Permintaan langit yang melebihi kapasitas bumi....
Menjadikan bumi gusar.....
Gempa....
Gunung meletus.....
Kebakaran hutan.....

Perang tanding tak dapat dielakkan
Langit mengirim topan....
Hujan kimia.....
Angin lesus....

Bumi menjawab dengan santai....
AKU MAU KURSUS.....

Selesai persoalan....

Terus....
Nasib sang kekasih?

Mang Gue pikirin.....

Kami carikan kekasih baru....MARS.....
Oooooo SRAM.....

Semar: SMAR- MARS-SRAM

   Hari ini kampung fakir melaksanakan hajatan, sebuah hajatan yang umum dilakukan untuk menghormati seseorang yang berpulang ke rakhmatullah. Suasana kampung tidak berbeda dari hari-hari sebelumnya. Tidak ada tenda, tidak ada pengeras suara, dan tidak ada bau menyengat masakan pengundang selera. Satu-sarunya bau adalah bau harum kembang melati, yang terus ada sampai empat puluh hari kepulangannya.
   "Menarik untuk diperbincangkan nanti, saat cangkrukan dengan para fakir" kata sang wartawan lirih.
Sang wartawan menunggu saat yang tepat untuk membahas fenomena yang dia rasakan, seperti tidak adanya suguhan, bau harum, dan tata cara penghormatan kepada sang mayit. tentu tidak etis, jika masalah tersebut dibahas di tempat perkabungan.
   Lewat empat puluh hari dari suasana perkabungan, saat cangkrukan, wartawan tersebut mencoba mengorek berita, yang tentu saja sangat berguna bagi pembacanya.
   "Ini adalah saat yang tepat mengorek keterangan dari para fakir mengenai adat istiadat kampung fakir, yang terus adem ayem, uripe tentrem" pikir sang wartawan.
   Namanya juga wartawan, selalu saja ada peluang mengambil keuntungan dari setiap kejadian. Setidaknya berita yang dapat menaikkan rating. Jujur, pekerjaan wartawan ya memang itu, mengorek-ngorek kuping, mempertajam pendengaran, untuk mendapatkan berita, terutama yang sensasional.  Mencari berita, dan terus meng update blog, merupakan kewajiban yang diembannya, dan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena pembaca menunggu ulasannya, seperti ulasan komentator bola. Kehadiran pertandingan bola akan seru dengan kehadiran para komentator, supaya tidak garing, kata teman sekampunnya.
   Fakir yang tepat untuk dijadikan nara sumber adalah si tukang BECAK (BE= menjadi CAK= CAKCAK= cicak),  dialah fakir yang selalu berkata cocok....cocok...
   "Kang, iye kunaon nya, mayit mening wangi pisan?"
   "Heeh, di dieu mah, eta pertanda mayit ntos nyatu sareng gusti pangeran"
   "Kok bisa Kang? boga elmu gitu?"
   "Ya, boga lah, mana ada di dieu jelma teu ngelmu?"
   "Maksud Akang teh, kunaon nya? lieur"
   "Coba terangkeun ku maneh, sapa tahu iyeu elmu manfaat dina nagari urang nu butuh jalan keluar" lanjut sang wartawan.
   "Ah sederhana bae elmuna" jawab akang becak datar.
   "Iya, kumaha"
   "Nyatu...nyatu...nyatu" sambil mempraktekkan tangannya menyuap mulut.
   "Maksud akang makan?"
   "Hooh"
   "Apa yang dimakan, dengan siapa makan, dari mana asal makan, dan banyak sekali perbincangan tentang urusan makan dan memakan"
   "Terus....?"
   "Istilah kampung kami, untuk strata paling bawah, dan untuk binatang adalah nyatu, sedangkan paling tinggi adalah tuang"
   "Teu nyambung...apa hubungannya dengan bau wangi mayit?"
   "Makanan ucing, ya itulah yang kami makan"
   "Terus....?"
   "Tentu saja kehadiran kami sangat ditunggu oleh Ibu Pertiwi, karena kami tidak pernah menganiayaNya"
   Sambil manggut-manggut, sang wartawan mengirimkan ulasan Kang Becak, moga dapat ketangkep oleh pembacanya maksud dari pesan Kang Becak. Sambil mengetik berita, entah kekuatan dari mana, tiba-tiba tangannya ingin menulis kata: LA TUDRIKUHUL ABSOORU WAHUWA YUDRIKUHUL ABSOORO WAHUWA LATIFUL KOBIR....Kalau saja petani, peladang, peternak, petambang, dan BULOG dikampung ikut mengamalkannya, tentu ketahanan pangan dapat dicapai dan NKRI dapat diselamatkan dari kebangkrutan. Tapi masalahnya, kalimat sakti ini hanya berlaku di kampung fakir, yang hanya punya satu undang-undang yaitu: Yakin di dalam, Ingkar di luar. Lurus FAKIR, menyimpang KAFIR. takut sama HANTU apa TUHAN?.....
   "Let's see....." sahut COKE.....




Amandemen Wasiat Njeng Rasul



    Pagi ini para fakir berkumpul di gardu mulut gang dekat masjid, tepatnya gang sembilan. Disekitar masjid ada beberapa kontrakan satu kamar yang dihuni para fakir dengan profesi klas bawah, ada tukang roti, tukang becak, tukang cuci, tukang jagal, tukang sapu, tukang masak, dan pekerja serabutan lainnya. Suasana mendung membuat mereka enggan kemana-mana. Pun hari ini Jumat, jadi jasa mereka sedang kurang dibutuhkan.
    Di kampung fakir, hari Jumat adalah awal ibadah selama satu minggu, sedang tutup buku laporan langit dilakukan pada hari Kamis. Itu sebabnya Njeng Rasul mengajarkan kepada fakir untuk puasa pada hari Kamis, dengan maksud, bahwa laporan yang dibuat adalahbenar telah dikerjakan dengan sadar dan penuh tanggung jawab serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Selain itu, Njeng Rasul juga mengajarkan untuk menerima anugerah hidup selama di dunia dengan cara tirakat, artinya makhluk ridho atas semua keadaan yang terjadi pada dirinya. Puasa pada hari kelahiran dimaksudkan untuk nirakati atau muji syukur atas kesempatan berwisata ke dunia. Oleh karena itulah Njeng Rasul, puasanya jadi Senin-Kamis, karena beliau lahir hari Senin.
    Pada cangkrukan kali ini, secangkir kopi dingin yang mereka suguhkan merupakan kopi sisa kemarin. Bersyukur masih ada kopi walaupun dingin. Tentu saja sajian kopi dingin, di kampung fakir adalah sebuah pertanda dari penghulu fakir bahwa para fakir harus siaga, tepatnya siaga satu, seperti yang sedang dilakukan oleh negara ini. Yang lebih parah adalah tanpa rokok, suatu pemandangan yang jarang terjadi di kampung fakir, cangkrukan tanpa rokok. Padahal bagi fakir, rokok adalah istri pertama, wajib hukumnya mereka bicara sambil merokok, karena gerakan mengisap rokok dan merek rokok yang disuguhkan merupakan isyarat informasi apa yang sedang dikirim oleh penghulu fakir.
    Salah seorang fakir mencoba mengurangi ketegangan dengan cara membuka obrolan pendek:”Jagad pewayangan baratayudha yo, kabeh ngaku paling bener, sesuai dengan kitab, Tapi kok ajur-ajuran yo, mosok kitab mulangi perang barata yudha yo, iku muskil?”
    “He eh, kok ga masuk akal” timpal lainnya.
    “Jane ono opo yo?”
    “Kabeh mengikuti Alquran dan Hadits”
    “Tapi seprono seprene, malah tambah ruwet mbulet, mbuh sopo sing bener”
    “Iyo, tambah suwi, somor tambah kiruh lan tambah sat, pertondo arep ono braholo”
    “Takokno Cak Saleh ae, mungkin ada solusi”
    Maka berbondong-bondonglah mereka mendatangi Cak Saleh, ke rumahnya, gubuk reot yang sudah hampir roboh dimakan usia. Sesampai di rumah Cak saleh, para fakir di suguhi minum air putih. Selang beberapa saat, kemudian mereka mulai menginterogasi Cak Saleh sehubungan dengan keterlibatannya dalam merancang undang-undang tak tertulis bagi fakir yang dilakukannya dengan penghulu fakir.
    Fakir tidak ingin aspirasinya tidak didengar dan dimasukkan dalam RUU tersebut. Sebelum RUU fakir diundangkan memang sebaiknya mereka tahu terlebih dahulu drafnya, agar kelak dikemudian hari, jika RUU tersebut telah diundangkan, kedua belah fihak saling meridhoi, fakir meridhoi apa yang akan dilakukan oleh penghulu para fakir dan penghulu fakir ridho melaksanakan aturan main, yaitu memainkan jagad pewayangan.
    Cak Jagal, biasa disebut, karena selalu mengatakan Jagalah hati jangan konodai, jagalah hati lentera hidup ini, membuka pertanyaan: “Cak Soleh, apa yang terjadi dengan jagad pewayangan?”
    “Kalimat Njeng Rasul itu ternyata penuh rahasia, makanya Beliau sering nangis, karena harus menyimpan rahasia” jawab Cak Saleh.
    Karuan saja para fakir agak tegang, semua lansung mengambil posisi duduk bersila, fakus, menyatukan pikiran dan hati, menapaki tangga makrifat. Mereka megunjungi kediaman penghulu fakir, ecek-eceknya demo begitu. Di tempat kediaman penghulu fakir, para fakir menghujat sebelum penghulu fakir dihujat khalayak dikemudian hari, maksudnya uji kelayakan, RUU sebelum diundngkan, apakah bertentangan dengan undang-udang yang baku. Apa yang sesungguhnya terjadi sehingga Njeng Rasul mati ngenes.
    Kemudian berceritalah penghulu fakir, kejadian yang dilihat Njeng Rasul waktu itu, yang akan terjadi dikemudian hari. Njeng Rasul melihat kekasihnya akan diuyo-uyo. Dan kenyataannya memang sekarang sudah mulai terjadi. Salah satu fakir mulai pingsan tak sanggup melihat apa yang terjadi. Kekasih Njeng Rasul mulai disuruh tidur di luar kamar (ROKOK HAREM), dia juga sering diusir dari rumah (mencium Hajar Aswat dijadikan komoditi). Lebih parah lagi, kekasihnya dibuat kerdil, tanah dikapling-kapling, semakin ke sini kaplingannya semakin kecil dan fakir semakin terdesak dan terdepak. Hampir dipastikan suatu saat fakir tidak ada. Jika tidak ada fakir, kemana penghulu fakir harus berada?
    Mengingat Undang Undang Dasar yang berlaku di kampung fakir menyebutkan bahwa Tuhan memberi kedudukan, kekayaan, kesempurnaan, bagi yang meminta, tapi Tuhan bersama yang tidak punya kedudukan, cacat, dan miskin. Jadi, jika fakir terpinggirkan dan punah, maka penghulu fakir pasti mati ngenes tidak ada temannya. Oleh karena itu, Njeng Rasul memberi isyarat, dengan kalimat yang mengandung makna tersembunyi, terbuka bagi yang dapat membuka. Kalimat tersebut adalah “Aku tinggalkan dua hal yaitu Alquran dan Alsunah sebagai pegangan”.
    Ini pokok persoalannya, kata Cak Saleh “Alquran adalah voice of Allah, sedang Alsunah merupakan napak tilas amalan Rasul”
    “Iya, apa maknanya?” tanya yang lain.
    “Mushaf itu tidak bunyi manakala yang empunya tidak bicara. Alquran adalah perjalanan bathin Njeng Rasul menapaki tangga makrifatnya. Tuntunan demi tuntunan yang diucapkan oleh Allah merupakan perintah dan sebagian adalah kisah nyata yang dilihat mata bathinnya. Semua terimplementasi dalam laku kesehariannya, yang ditulis dalam Alsunah”.
    “Setiap makluk menapaki tangga makrifatnya sesuai dengan kadar kemampuannya, karena kemampuan menjalani hidup telah diukur dan terukur.”
    Maka dari itu, ritual ibadah fakir satu dengan lainnya tidak pernah sama, unik, dan tersembunyi. Dibuat unik karena setiap makhluk mempunyai kitab, dikatakan tersembunyi karena pembacaan kitab itu di dalam bathin. Untuk melakukan sesuatu, fakir tidak diperkenankan latah-latahan, harus ada alasan jelas setiap ritual peribadatan, ini salah satu doktrin tidak tertulis dari aturan fakir. Fakir mengatur langkahnya dengan ajaran yang ditularkan oleh penghulu fakir, yaitu Tuhan. Sang Penghulu Fakir tidak pernah latah melakukan sesuatu karena tidak ada yang dilatahi, Dia adalah asbab dari setiap kejadian.

Senin, 09 April 2012

Reformasi Pendidikan ala Fakir


Pagi ini para fakir berkumpul di gardu mulut gang dekat masjid, tepatnya gang sembilan. Disekitar masjid ada beberapa kontrakan satu kamar yang dihuni para fakir dengan profesi klas bawah, ada tukang roti, tukang becak, tukang cuci, tukang jagal, tukang sapu, tukang masak, dan pekerja serabutan. Suasana mendung membuat mereka enggan kemana-mana. Pun hari ini Jumat, jadi jasa meraka sedang kurang dibutuhkan. Menurut mazab kampung fakir,hari Jumat adalah awal ibadah selama satu minggu, sedang tutup buku langit dilakukan pada hari Kamis. Itu sebabnya Njeng Rasul mengajarkan kepada fakir untuk puasa pada hari Kamis, fakir harus tetap tersadar bahwa kegiatan selama sepekan harus dipertanggungjawabkan.
Bumi menanggung dan langit menjawab, sebuah kata yang pas untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Selain itu Njeng Rasul juga mengajarkan tirakat, yaitu nirakati badanniro, puasa hari kelahiran. Puasa pada hari kelahiran dimaksudkan untuk nirakati atau muji syukur atas kesempatan berwisata ke dunia.Berhubung Njeng Rasul lahir hari Senin, maka puasanya jadi Senin-Kamis. Selain puasa Kamis, fakir melakukan puasa suka-suka, sesuai dengan kebutuhan dan manfaat, untuk menapaki tangga makrifat masing-masing.
                Maka dari itu, ritual ibadah fakir satu dengan lainnya tidak pernah sama, unik, dan tersembunyi. Dibuat unik karena setiap makhluk mempunyai kitab, dikatakan tersembunyi karena pembacaan kitab itu di dalam bathin.
                Sesuai dengan pasal yang ke sekian, untuk melakukan sesuatu, fakir tidak diperkenankan latah-latahan, harus ada alasan jelas setiap ritual peribadatan, ini salah satu doktrin tidak tertulis dari aturan fakir. Fakir mengatur langkahnya dengan ajaran yang ditularkan oleh penghulu fakir. Sang Penghulu Fakir tidak pernah latah melakukan sesuatu karena tidak ada yang dilatahi, Dia adalah asbab dari setiap kejadian.
Bukan karena apes, secangkir kopi dingin yang mereka suguhkan merupakan kopi sisa kemarin, sudah dingin. Bersyukur masih ada kopi walaupun dingin. Tentu saja sajian kopi dingin di kampung fakir mempunyai makna.
Ada yang ganjil dari pertemuan ini, sangat sedikit kelakar, mereka lebih pada posisi siaga satu seperti yang sedang dilakukan oleh negara ini. Yang lebih parah adalah tanpa rokok, suatu pemandangan yang jarang terjadi. Padahal bagi fakir, rokok adalah istri pertama, wajib hukumnya mereka bicara sambil merokok, karena gerakan mengisap rokok dan merek rokok yang disuguhkan merupakan isyarat informasi apa yang sedang dikirim oleh langit.
                Yah, jagad pewayangan memang sedang kacau, semua serba bertabrakan, yang di atas meminta, yang di bawah harus memberi. Yang harus diutamakan yang di dalam atau yang di luar. Meminta ke arah Bumi atau Langit. Menghapus dosa Tuhan atau manusia. Yang membimbing ke arah kiamat malaikat apa iblis?
                Mari kita bedah bersama,tentu ala fakir, jadi tidak perlu diperdebatkan. Sesungguhnya siapa sebenarnya yang mempunyai piranti kiamat? Siapa yang sebenarnya dari awal telah merancang datangnya waktu itu? Sepertinya, kita dalam perangkap katulah. Tahu atau tidak, yang namanya melanggar amanah leluhur ya pasti katulah. Siapa sesungguhnya leluhur manungsa? Qobil atau Habil? Bukankah Habil telah bersama dengan Tuhannya? Berarti yang tinggal di dunia ini ya Qobil, leluhur kita. Kenapa pula kita terus memaki? Siapa sebenarnya yang kita maki? Yang membuat kejadiankah?. Siapa sesungguhnya yang mampu menjadikan sesuatu itu terlaksana? Dialah yang selama ini engkau maki.
                Malaikat tidak bersalah, tidak pernah protes kenapa ada malaikat pencabut nyawa, dan peniup sangkakala. Malaikat tidak pernah menawar, hanya iblis yang punya kemampuan tawar, bergaining ceuna barudak ayeuna, menawar sesuatu jangan sampai terjadi.... karena tidak ada yang namanya iblis pencabut nyawa atau iblis peniup sangkakala.
                Iblis tetap ingin dunia ini abadi, karena kalau tak ada dunia iblis tak punya tempat tinggal. Langit telah dikuasai malaikat, iblis terusir dari langit karena ingin membahagiakan manungsa. Apa imbalan manungsa atas kerjanya? Memakikah? Atau menolong bumi ini tetap lestari?
                Bagi Malaikat, tidak ada yang abadi kecuali Allah, malaikat tidak perduli terhadap apa pun kecuali Allah Abadi.
                “Kasih ibu, kepada beta....tak terhingga sepanjang masa.......hanya memberi tak harap kembali... bagai Sang Surya menyinari dunia......”

jiidat sujud

   Seperti biasa, secangkir kopi, dan beberapa pisang goreng menghiasi amben, tempat mereka cangkrukan. Suasana temaram, memberikan sugesti datar pada dada setiap makluk, tanpa gejolak, tanpa pretensi. Sekonyong-konyong, lewatlah Parmi, warga kampung yang terkenal bohay. Bukan kelompok fakir, kalau tidak bisa menangkap informasi.
   Nyaring, melengking, mengiringi langkah Parmi, suara Kang Fakir, seperti tetabuhan yang mengiringi gerakan gemulai penarinya.
   "Jidat sujud, jidat sujud, jidat sujud"
   Begitulah, topik fakir kali ini, membahas suratan takdir untuk yang kesekian kalinya. Setelah Parmi berlalu, Kang fakir mengumandangkan lagu yang lagi ngetren dari Hijau Daun..."Suara dengarkanlah Aku... apa kabarmu... di dalam hatiku......"
   Sang wartawan, mencoba bertanya kenapa tiba-tiba Kang Fakir bernyanyi, lagunya hijau daun "Kang, aya naon?"
   "Ah lucu aza...."
   "Apanya yang lucu"
   "Ayeunah mah, baju ala India nuju ngetren"
   "Maksud Akang, model wudelnya diliatin gitu?"
   "He eh, barudak mah, mening gareulis nya?'
   "Ah lieur, Akang te kumaha. Eta model kan teu menang dipertontonkan dina telepisi?"
   "Yaaa...kan si Parmi teu nongol di telepisi, lempang di kampung, kampung urang, wudel di obral, wudel sorangan, Ada masalah buat loe..." begitulah Kang Fakir memberi penjelasan sambil menirukan, tokoh talk show kesayangannya, sa imah.
   "Parmi pan lempang, nuju ngabarkeun, jagad pewayangan ntos kiyeu"
   "Ntos kumaha?"
   "Terang benderang, setiap kejadian merupakan informasi, dan kejadian cepat sekali berlalunya, ganti berganti, itu akan semakin cepat dan dipercepat"
   "Kami merasa di kampung adem ayem Kang?"
   "Itu sebenarnya yang bisa kita tangkap dari si Parmi, yang hidupnya pas pasan, yang bisanya cuma tandur, dengan peralatan seadanya, tidak membutuhkan ketrampila khusus, pa lagi ijasah"
   "Parmi yang janda, hidup sama ibunya yang juga janda, tapi bahagia" lanjut Kang Fakir.
   "Dimana mereka tinggal Kang?" tanya sang Wartawan, menguliti kesunyian.
   "Di rumah yang sudah mulai rapuh, di atas sebidang tanah, yang dikeruk sama saudaranya untuk membuat jalan Tol di kota. Runyamnya, bekas galiannya diurug dengan sampah, karena tanah itu dekat dengan pasar"
   "Apa yang dia lakukan Kang dengan sampah-sampah itu?"
   "Ya mencabutinya, mengumpulkan, membakar, dan menggantinya dengan tanaman seperti seharusnya tanah burguna, yaitu tempat tumbuh pepohonan dimana mereka berdua bisa menggantungkan rezekinya"
   "Dari kejadian ini, apa yang bisa dipelajari untuk mengekalkan jagad pewayangan Kang?"
   "Mari kita bedah......."Kang Fakir mulai mengambil posisi seperti Aristoteles di area akademika.
   "Salah arah sepertinya kita ini...."
   "Maksud Akang?"
   "Berdoa tangan menghadap ke mana?"
   "Ke atas"
   "Menilik jagad kecil tubuh kita, bagian paling atas kan kepala"
   "Persoalannya apa?"
   "Jidat di suruh sujud...."
   "Lalu?"
   "Sujud pan ka tanah nya, posisi muka menghadap ka bumi, jidat, tangan, dan kaki sejajar..."
   "Terus?"
   "Bagian paling jauh apa?"
   "Pantat deh"
   "Ini dia, kenapa senjata Semar kentut"
   "teu nyambung.... lieur...."
   "Posisi siaga, siap, santai, mati, arah telapak tangan kemana?"
   "Ke dalam"
   "Pas mantap"
   "Kenapa NKRI di sebut Ibu Pertiwi?"
   "Dialah Ibu dari semua ibu di muka bumi ini, mulai dari savana sampai gunung es, gunung nuju lembah, lembah mengalir sungai, di sana kampung asal leluhur kita, di gigir sungai"
   "Kekayaan alam berupa flora dan fauna, kekayaan budaya,bahasa, kepercayaan, juga suku" timpal sang wartawan.
   "Kenapa jalan, jembatan, sekolahan, semua pada hancur ya Kang?"
   "Ta...eta...informasi tambahan...."
   "Panjang teu menang dipotong, pondok teu menang di sambung"
   "Jagad kecil, nuju disolatkeun, jika jidat menghadap ke langit, zubur menghadap ke bumi, suku menghadap ke langit"
   "Teu nyambung...."
   "Propesi apa yang sekarang sedang ngetren?"
   "Partai Politik" kata sang wartawan mulai dapat mengimbangi laju pemikiran Kang Fakir.
   "Menurut ilmu gathuk, PARTAI (PART TAI, PART=bagian, TAI= ya tai, tai ucing, tai asu). POLITIK (POLY =banyak, ITIK= yaa bebek yang kerjanya ngekor)"
   "Apa hubungannya dengan Si Parmi?"
   "Sangat erat"
   "Maksudnya?"
   "Eling, wudel, ingat para wali, yang katanya sebagai khalifah fil Ard, urus bumi, Sang Ibu Pertiwi, lakukan operasi plasik (membuang plastik), transplantasi payudara (menghidupkan kembali gunung sebagai gunung), tanam alis, tanam bulu mata, ....tanam....tanam....tanam....."
   "Jadi petani maksud Akang?"
   "Iya.. PETANI...PETA NI"
   "Maksud Akang, menurut ilmu gathuk kan?"
   "Ya... PETA ya peta. NI (IN artinya masuk)"
   "Kita berada di kapal Nuh....."
   "Thank you Allah....Thank you Allah...."Serempak keduanya bernyanyi sambil meninggalkan tempat cangkrukan.
  




Minggu, 08 April 2012

jockerjockerjo

    Satu kegiatan di kampung fakir yang menjadi andalan adalah sesi jocke. kali ini fakir mendapat kehormatan dengan dihadiri oleh wartawan yang sejak tersesat telah menjadi keluarga sesat bagi para fakir.
    Dikatakan sesat, karena sejak saat itu, sang wartawan sudah mulai lancar komunikasi dengan para fakir, menggunakan bahasa pedalaman, bahasa yang hanya dapat ditangkap oleh makhluk dengan frekuensi sama, frekuensi bawah tanah.
    Bicara masalah frekuensi bawah tanah, ada yang menarik dan menggelitik sang wartawan, mengenai prilaku para fakir, yaitu lebih suka tidur dengan ketebalan alas kurang dari sepuluh sentimeter. Menurut mereka, melalui teknik tersebut, pemetaan secara akurat layaknya GPRS, dapat dilakukan. Dalam dunia pewayangan, ilmunya dijuluki dengan istilah lempang teu kudu ngalengkah, indit bari cicing. Melalui ilmu ini, mereka dapat mendeteksi keberadaan seseorang, sesuatu, atau kejadian di belahan bumi yang mana pun.
    Menanggapi hal ini, sang wartawan coba melontarkan pertanyaan kepada para fakir yang sedang gegoleran, menengadahkan wajah menatap langit, tanpa suara, hening, dan bening.
    "Kang...." panggil wartawan mengawali pembicaraan.
    "Yaaa...." jawab seseorang di sebelahnya.
    "Ada berita apa dari bawah?" tanya sang wartawan.
    "Maksud aden mengenai hiruk pikuk kejadian sepekan ini?"
    "Benar...."
    "Coba kita baca..menurut ilmu gathuk."
    "Yudho maknanya perang, dipasang sama budhi" jelasnya.
    "terus....?" lanjut sang wartawan masih datar.
    "Nyasar din, artinya pegangannya sesat" jawabnya santai, tanpa pretensi apa pun.

    "T e r u s . . . ." sergah sang wartawan terbata-bata.
    "Pasek maknanya sekap"
    "Jadi.... menurut mata fakir, apa donk?"
    "Let's see..." jawab akang fakir.
    "Kita sedang terkunci, dalam suasana perang bathin, antara yang di dalam dan di luar, antara yang di atas dan di bawah, antara kiri dan kanan" analisa akang fakir.
    "Jalan keluarnya?"
    "Sebentar, ada informasi tambahan sepertinya..."
    "Apa itu Kang"
    "Andingnya, TomCat... melepuh...Air Keras... melepuh...." sejenak kang fakir merenung.
    "Tinggalkan, kembalilah ke dalam, yang di luar fatamorgana, yang di atas menyilaukan, belajar dari ilmu bayangan. Bayangan saja sujud.
    "Maksudnya....AIR KERAS..."
    "Yaaa  itu"
    "AIR (RAI, dalam bahasa jawa Muka =kamu), KERAS, SEKAR , KE ARS, maksudnya, ke singgasana Allah muka seharusnya ditundukkan)" sang wartawan mencoba belajar mengeja layaknya anak TK.
    Sejenak, kang fakir tersenyum, memperhatikan sang wartawan belajar mengeja.
    "Apa yang lucu Kang" rajuknya.
    "Ah engga.... lucu aza, kepada siapa seharusnya kita bertanya, dan mencari jawab, sepertinya arahnya terbalik ya"
    "Tuhan tolong aku, dan jawab pertanyaanku.... mau dibawa kemana kapal NuH ini? serempak keduanya mendendangkan lagu ABG yang lagi tren.



  

Sabtu, 07 April 2012


Reformasi Haji ala Fakir


                Alkisah pada suatu hari, di kampung fakir tersesat seseorang yang mengaku sebagai wartawan. Bisa dipercaya, karena bawaan banda dan penampilannya memang meyakinkan seperti wartawan yang meliput huru-hara di televisi. Walaupun anak muda tersebut belum bertanya, tapi para fakir sudah tahu apa yang menjadi kegalauannya.
                Sambil duduk bersila, wartawan tadi kelihatan bingung antara memegang kamera dan tape recordernya. Wartawan tersebut sadar betul bahwa di kampung fakir tidak diperkenankan mengambil gambar atau merekam pembicaraan. Pernah teman sekampungnya mencuri mengambil gambar kampung fakir sehingga berakibat fatal yaitu hilang ingatan dan lupa jalan pulang, sampai orang luar menemukannya, dan mengantar menuju jalan pulang. Sebegitu sakralnya kampung fakir bukan karena disakralkan, tapi benar adanya, dan pantas menjadi tanah larangan.
                Yaah tanah larangan, karena di kampung fakir dilarang melakukan sesuatu dimana bathin dikendalikan oleh jiwa. Sesungguhnya, manungsa dapat dibedah menjadi tiga bagian, yaitu makhluk yang bernama badan, jiwa, dan ruh. Badan berada di luar, jiwa dan ruh berada di dalam. Jiwa inilah yang mengendalikan rasa, dan bersemayam makhluk yang bernama nafsu. Di tanah larangan, manusia-manusia kampung fakir dapat mengendalikan secara benar makhluk yang namanya jiwa. Pengendalian ini, berbanding lurus dengan posisi jabatan yang diembannya. Strata paling bawah, luar, terus dilanjutkan sampai ke dalam. Paling tinggi yaitu tanah larangan. Disebut tanah larangan, ya memang punya pengertian khusus menjurus pada larangan ngawulo saptictank. Implementasi dalam menjalani kehidupan adalah dengan tirakat seumur hidup. Puncak kesakralan di tanah larangan adalah hutan larangan dimana bersemayam ARCA DOMAS.  Menurut ilmu gathuknya para fakir, ARCA DOMAS bermakna ARCA (CARA= yang bermakna cara), DO (melakukan =menjalani hidup),  MAS (emas = yaitu berkilau seperti emas, yang berkonotasi mulia). Selanjutnya, kesakralan tersebut beranjak dari strata masyarakat penamping, anak, perempuan, laki-laki, baresan, jaro, terakhir berpuncak pada PUUN. Sekali lagi berdasarkan ilmu gathuk para fakir, PUUN bermakna amPUUN, yang mempunya arti konotatif istigfar.
                Itu sebabnya, di tanah larangan di pimpin PUUN, masyarakat menjalani kehidupan, sehingga PUUN dianggap titisan Sang Hyang Widi Wasa. Merujuk pada permintaan maaf, maka hidup, kehidupan dan berpenghidupan ini dijalani. Dalam urusan maaf memaafkan, fakir mempunyai pakem baku, yaitu memaafkan leluhur, dan meminta maaf pada keturunan. Siapa leluhur para fakir? Dialah Tuhan Semesta Alam ini, yang merencanakan setiap kejadian dan menjadikannya. Meminta maaf pada keturunan? Ya karena mengambil hak keturunannya, seperti mengolah ladang, apakah yang mereka lakukan melebihi takaran, melampaui batas?
                Tidak ada tempat sesembahan bagi mereka, prosesi ritualnya adalah pemb ersihan bathin. Berawal dari membersihkan area ARCA DOMAS oleh para pemangku adat, yang dipimpin oleh PUUN dan jajarannya, terus ke rumah PUUN, bale adat, rumah para warga kajeroan, dan terakhir warga penamping. Dalam prosesi ini, tentu tidak main-main, bathin dalam keadaan suci, dengan cara mengunci jiwa. Raga benar-benar berimam pada Ruh. Teknik penguncian jiwa cukup sederhana, yaitu tidak makan dan minum selama membersihkan ARCA DOMAS. Bukan itu saja, tidak boleh mengeluarkan AIR seni atau kencing. Lagi-lagi, melalui ilmu gathuk para fakir, AIR (RIA = makna yang  terkandung adalah ujub), sehingga ritual ini benar-benar dilarang diketahui bagi selain mereka.
                Dalam perjalanannya, mereka dilarang menyentuh apapun, kecuali yang menghalangi jalan menuju ARCA DOMAS. Itu adalah sebuah faham yang bermuara dari dalam, bahwa mereka tidak perduli terhadap urusan makhluk lain, semua sudah ada yang atur, yaitu Sang Hyang Widi. Kekuatan bathin mereka adalah yakin. Inti dari prosesi pembersihan adalah membersihkan bathin. Pembersihan itu diwujudkan dalam membersihkan rumah dari benda-benda yang membuka pintu nafsu, membersihkan ladang dari tanaman musiman, karena tanaman tersebut akan menghisap hara dalam tanah. Satu-satunya tanaman musim yang diijinkan adalah padi, itupun padi ladang. Mereka sangat berhati-hati dengan kata dalam, dalam berkonotasi bathin. Mereka membiarkan segala sesuatu tumbuh dengan sendirinya, tanpa rekayasa. Hutan dibiarkan tetap belantara, air dibiarkan mengalir kemana air ingin pergi, sambung rasa dengan Sang Hyang Widi terus terjaga sehingga semua tindakannya dikendalikan oleh bathin. Kebersihan bathinnya sebersih air yang mengalir, kebeningan bathinnya sesunyi suasana kampung, sejuk di dalam dan sejuk di luar.
Hari ini, wartawan tersebut berada di kampung yang pernah membuat teman sekampungnya gila. Tentu saja, hal tersebut, sejenak membuat sang wartawan ciut nyali. Satu dua detik kemudian, wartawan tersebut telah dapat mengatasi keadaan. Bukan karena sang wartawan dapat mengatasinya, lebih pada peran para fakir, mengunci hatinya. Senjata para fakir untuk menjaga keamanan dan ketenteraman kampung bukan melalui fisik, lebih pada kekuatan bathin. Beberapa detik barusan, merupakan tahap screening, sesuai dengan PROTAP, apakah pendatang mempunyai niatan diluar ketentuan aturan amanah leluhur.
                Baresan dua belas merupakan punggawa kampung yang bertugas menjaga ketertiban dan ketenteraman. Benar, benar berjumlah dua belas orang untuk menjaga wilayah seluas lebih dari 6000 hektar. Dari luar, tak nampak bahwa mereka adalah jawara, hanya golok salungkar saja yang membedakannya, itupun hampir tidak pernah digunakan. Golok tersebut benar-benar mempunyai kekuatan magis manakala berada di tangan yang tepat. Dikatakan tepat, karena golok salungkar yang dibuat dengan ramuan berbagai racun yang mematikan, berada di tangan para jawara dengan perawakan kurus, tutur kata yang lembut, halus, dan datar, serta sorot mata bening nan tajam.Makna angka dua belas adalah arah jarum jam menunjuk ke atas, yaitu Sang Hyang Widi, tindakan yang harus dilakukan berdasar PROTAP Sang Hyang Widi.
                Setelah tahap screening berlalu, maka seseorang memberikan air putih yang telah ditawasulin untuk membuka kembali penguncian. Sulit diterima nalar dan tak mungkin dipelajari, ilmu totok ala kampung fakir. Jika totok saraf atau totok aliran darah yang biasa dilakukan oleh para biksu shaolin kasat mata dan dibukukan, maka penguncian hati sepertinya hanya dipunyai oleh leluhur kita di kampung pedalaman, kampung para fakir. Sejenak semua terdiam, beberapa waktu kemudian suasana menjadi cair, dan obrolan ala fakir terjadi.
                Sang wartawan sampai tersesat di kampung fakir, semata-mata ingin menemukan jawab atas persoalan yang diemban bangsa ini. Persoalan yang pelik yang entah dari mana harus memulai mengurainya. MUI yang diharapkan fatwanya malah mengharamkan rokok. Padahal menurut kitabNya, rokok makruh. Dalam lingkungan fakir, rokok adalah alat fital. Menurut ilmu gathuk, ROKOK ( ROh dan poKOK, maksudnya Ruh yang menjadi andalan hidup), rokok dihisap (hisap = hisab, yang bermakna dimintai dan meminta pertanggungjawaban), sehingga pada saat menghisap bathin mereka benar-benar pada posisi pertimbangan. Pertimbangan saling memaafkan, Khalik meminta maaf menurunkan kejadian, dan makhluk memaafkan, dan memposisikan bathin ridho. Bukankah suasana bathin ridho dan meridhoi adalah frekuensi sambung antara makhluk dan Khalik. Bukankah silaturakhmi ini yang dilarang diputus? Pertanyaan yang tentu saja tak butuh jawaban, wong memang jawabannya adalah karunia. Makruh, dalam ilmu gathuk menjadi eMAK dan weRUH, yang artinya Tuhan tahu. Nah, kalau sudah direkayasa menjadi Haram, dalam pengertian ilmu gathuk HARAM (=harem, dalam bahasa arab artinya di luar). Nah loe, kenapa ruh ada di luar, itu juga bukan salah MUI, yang harus terjadi pasti terjadi, wong setiap kejadian sudah ditulis lima ratus tahun skala kampung fakir, sebelum terjadi. Inilah ilmu yakin yang dikuasai oleh para fakir sehingga tidak terjadi kegalauan.
                Sang wartawan mengabarkan ini, bukan karena keinginannya. Barometer kejadian di dunia pewayangan adalah merah putih. Penetapan BATIK secara mendunia dipegang oleh NKRI bukan tanpa alasan. Menurut ilmu gathuknya para fakir dan Penghulu Fakir, BATIK (=KITAB, pegangan), maka BATIK KUMALI (BATIK= KITAB, kUMALI= MULIA)berada di pedalaman. 

Mojosari, 7 April 2012

Jumat, 06 April 2012

wolak walik ing jaman

ndeso dadi kutho
kutho dadi metropolitan
metropolitan dadi megapolitan

nek wis mega yo mesti mudhun tho
ben ra mendung
dadi terang benderang

nek mudhune mega dadi udhan
lha nek mudhune kutho dadi opo yo?
mosok rep dadi babilonia sich

yo wis lah ra sah dipikir
dideleng wae