Senin, 04 Juni 2012

EKONOMI SUMBERDAYA ALAM

Kampung negeri antah berantah sedang menata ulang kehidupan dan peri kehidupan di negerinya, tentu yang berkelanjutan, hidup yang menjaga hidup itu sendiri. Hidup yang sadar betul apa makna hidup ini, bagaimana menjalani hidup yang tidak menyakiti kehidupan lainnya, hidup yang saling bersinergi bkan hanya sesama manusia, tapi juga sesama makhluk tuhan, karena makhluk satu dengan lainnya saling kait mengkait membentuk rangkaian tak terputus yang berpusat kepada khalik. Tatkala terhenti, itu pasti karena panggilan khalik, dan memang waktu sudah harus berhenti.

Untuk menggambarkan ikatan makhluk dengan khaliknya, seperti suasana tawaf di lingkungan ka'bah, tak satupun celah yang tak terisi. Khalik diam sebagai pusat dan semua makhluk mengelilinginya, terus berputar dan bergerak, kecuali satu kesempatan saat panggilan itu berkumandang. Diamnya khalik seperti teori relativitas, diam yang bergerak. Apa saja yang terjadi saat detik dimana panggilan itu dikumandangkan, tentu sesuai dengan kegiatan yang makhluk lakukan. Perhatikan, ada yang sedang sujud, rukuk, berdiri, berjalan, , ada yang sedang berebut di depan hajar aswad.....hanya satu yang pas mencium hajar aswad....siapakah dia? wallahu alam bisawab.

Tentu saja sangat tidak adil, jika kejadian itu dilihat secara harfiah karena alam semesta beserta isinya adalah ciptaannya. Sangat adil jika kejadian itu dimaknai secara batiniah, karena keadaan yang bathin tak akan kelihatan kecuali yang sama-sama dalam frekuensi bathin. Sementara itu, jelas-jelas tuhan mengikrarkan diri sebagai aku yang berada di dalam, dengan pernyataannya bahwa aku lebih dekat dari urat nadi. Jika sepakat ini adalah premis mayor, maka premis minornya adalah bagaimana makhluk memposisikan diri tepat kepalanya berada di mulut hajar aswad.

Maka surat al rakdu merupakan kunci sukses, terlaksananya sebuah keadaan bahwa bathin makhluk tepat berada di mulut hajar aswad. Itulah sebenarnya hakekat meniti shirotol mustaqim, menjaga bathin hanya satu tujuan.....berada tepat di mulut hajar aswad.

Maka pertanyaannya adalah.....
masihkah kita sempat memikirkan berapa pasokan BBM, siapa yang berada di sebelah kita, apa pakaiannya, pake kaos kaki apa tidak, berapa ukuran kakinya, dan seterusnya........
bukankah kita hanya memikirkan untuk bisa mencium hajar aswad saja, bagaimanapun caranya, apakah pakai tatacara antri atau tidak, pakai pemandu atau melakukan sendiri.....semua hanya satu tujuan.....SAMPAI PAS DI MULUT HAJAR ASWAD.

Oleh karena itu, kepala kampung negeri antah berantah, mempunyai satu tujuan dalam hidup dan berkehidupan lestari adalah negeri antah berantah meletakkan dasar perekonomiannya di sektor sumberdaya alam, yang berada di muka bumi dan di bawah langit, karena itulah sebenar-benar jatah makhluk yang bernama manusia.
Tentu saja, kondisi sekarang yang carut marut seperti berada di bantar gebang, tidak mudah untuk melakukan loncat indah , harus punya kecerdasan bathin yang luar biasa serta coach yang memberikan masukan konstruktif yang tahu persis siapa kita, kelebihan dan kekurangannya, sehingga yakin dapat meloncat, minimal itu. Selanjutnya, kepiawaian akan lahir dengan sendirinya selama proses. Banyak berlatih dan bertanding merupakan cara melewati proses secara positif, studi banding lebih banyak mudhorotnya ketimbang manfaat karena keberhasilan sebuah program sangat bergantung pada banyak aspek, secara lateral. Sagat bijak, jika konsentasi ditujukan pada penggalian potensi diri sendiri, dan mencari trik untuk mengkombinasikan antara semua aspek secara lateral.

Cara berfikir lateral, membutuhkan kecerdasan bathin dan fokus pada tujuan yaitu amanah mensejahterakan warga yang menjadi tanggungannya. Mengasah bathin supaya cerdas hanya butuh berempati, rasakan jika posisi khalik, pasti berhasil. Dengan meminjam sifat-sifat khalik, maka pisau bathin itu pasti menjadi tajam. Inilah yang dimaksud khalifah fil ard.......

Salamm.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar